Di era digital, akses internet bukan lagi sekadar kebutuhan sekunder—ia sudah menjadi bagian vital dari pendidikan, ekonomi, hingga layanan kesehatan. Namun, di balik pesatnya perkembangan teknologi di kota-kota besar, daerah pelosok Indonesia masih tertinggal. Salah satu penyebab utamanya adalah regulasi yang rumit serta biaya investasi infrastruktur yang sangat tinggi.
Tantangan Investasi Infrastruktur Digital
Membangun infrastruktur internet, terutama jaringan fiber optik atau BTS (Base Transceiver Station), membutuhkan dana besar dan waktu yang lama. Di daerah pelosok dengan medan yang sulit, biaya bisa melonjak hingga dua atau tiga kali lipat dibanding daerah urban. Masalah ini diperparah oleh ketidakpastian regulasi dan birokrasi yang lamban dalam proses perizinan.
Kendala yang Sering Dihadapi Investor:
- Biaya logistik tinggi: Distribusi alat dan material ke lokasi terpencil memerlukan transportasi khusus.
- Lambatnya proses perizinan: Banyak daerah masih memberlakukan aturan tumpang tindih antara pusat dan daerah.
- Kepastian hukum yang lemah: Perubahan regulasi yang mendadak membuat investor ragu menanamkan modal jangka panjang.
Aturan yang “Rumit” dan Tidak Sinkron
Banyak pelaku industri menyebutkan bahwa aturan terkait pembangunan infrastruktur digital belum terintegrasi secara nasional. Misalnya, pembangunan menara telekomunikasi harus melewati persetujuan dari berbagai instansi, baik pusat maupun daerah, dengan persyaratan yang berbeda-beda.
Di sisi lain, meskipun ada program pemerintah seperti Palapa Ring yang bertujuan memperluas jaringan serat optik ke seluruh pelosok, kolaborasi dengan swasta masih terhambat oleh ketidakjelasan regulasi.
Dampaknya pada Masyarakat
Minimnya akses internet di daerah pelosok berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat. Anak-anak kesulitan mengikuti pembelajaran daring, pelaku UMKM tidak bisa memasarkan produk secara digital, dan layanan publik seperti kesehatan berbasis telemedisin tidak bisa diterapkan secara maksimal.
Solusi: Kolaborasi, Deregulasi, dan Inovasi
1. Penyederhanaan Regulasi
Pemerintah perlu menyederhanakan perizinan pembangunan infrastruktur digital dengan sistem terpadu berbasis digital. Sinkronisasi antara pusat dan daerah menjadi kunci.
2. Insentif Investasi
Pemberian insentif pajak dan dukungan pembiayaan dari pemerintah dapat mendorong swasta untuk tetap mau berinvestasi di wilayah terpencil.
3. Pemanfaatan Teknologi Alternatif
Selain fiber optik, teknologi seperti satelit low orbit (LEO) dan jaringan 5G berbasis microwave dapat digunakan untuk menjangkau daerah yang sulit diakses.
4. Kemitraan Publik-Swasta (PPP)
Model kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta bisa mempercepat pembangunan infrastruktur dengan pembagian risiko dan keuntungan yang lebih adil.
Penutup: Mewujudkan Konektivitas Merata
Akses internet adalah hak dasar di era modern. Tanpa perbaikan regulasi dan dukungan nyata dalam pembiayaan, ketimpangan digital akan terus melebar. Butuh keberanian politik dan inovasi kebijakan agar seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, bisa merasakan manfaat dunia digital secara adil dan merata.